Logo_Pasir
Logo_Teks_Pasir

 

Negara Besar Adalah Negara Yang Menghargai Jasa Para Pahlawannya

Menu Utama

Halaman Muka
Asal Kerajaan Pasir
Asal Bangsawan Pasir
Masa Penting Kerajaan
Masa Sultan Ibrahim
Kronologis Perjuangan
Silsilah Raja-Raja Pasir
Silsilah Sultan Ibrahim
Keluarga Sultan Ibrahim
Daftar Nama Raja Pasir
Gelar Bangsawan Pasir
Sejarah Pemerintahan
Album Photo Kerajaan
Mitologi Putri Betung
Buku Tamu
 

Link ke Situs Lain

 
 
 
 
 
 

Kontak Penulis

 

benipro@telkom.net

 

Penulis

      Sekapur Sirih Dari Penulis

Kronologis Penangkapan, Penahan dan Pengasingan

Sultan Ibrahim Chaliludin

Rangkaian peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan penangkapan, penahanan, pengasingan sampai dengan wafatnya Sultan Ibrahim Chaliludin secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut:

 

Penangkapan Sultan Ibrahim Chaliludin oleh Pihak Belanda

 

Penangkapan Sultan Ibrahim Chaliludin oleh pihak Belanda bermula pada suatu malam buta di bulan Februari tahun 1916, tempat kediaman Sultan Ibrahim Chaliludin telah dikepung oleh serdadu-serdadu Belanda yang bersenjat lengkap. Pada malam itu Sultan tidak sempat membuat perlawanan, sehingga beliau berhasil diringkus oleh alat-alat kolonial. Maka dengan terpaksa, Sultan bersama keluarganya menyerah. Dan dengan sebuah Kapal Perang Belanda, mereka diangkut ke Banjarmasin. Bersamaan dengan itu, bersama-sama dengan Sultan Ibrahim Chaliludin telah ditawan pula Pangeran Mantri, Pangeran Prawira, Adjie Menyuh dan beberapa Pengurus Sarekat Islam lainnya.

 

Masa Penahanan Sultan Ibrahim Chaliludin

 

Tiga tahun lamanya Sultan Ibrahim Chaliludin ditawan pihak Belanda di Banjarmasin, sampai pada akhirnya pada tanggal 31 Juli 1918 keluarlah vonnis Belanda yang menetapkan bahwa Sultan Ibrahim Chaliludin diasingkan ke Teluk Betung (Sumatera), Pangeran Mantri ke Padang (Sumatera), Pangeran Prawira ke Banyumas dan Adjie Menyuh ke Bengkulen.

 

Masa Pengasingan Sultan Ibrahim Chaliludin

 

Setelah di Teluk Betung, kemudian Sultan Ibrahim Chaliludin dipindahkan ke pengasingan di Batavia (Jakarta). Selanjutnya setelah dari Batavia (Jakarta), Sultan Ibrahim Chaliludin dipindahkan ke Cianjur, Jawa Barat. Cianjur dipilih sebagai tempat pengasingan Sultan Ibrahim Chaliludin karena pada saat itu Cianjur merupakan tempat berjangkitnya penyakit malaria, sehingga Belanda berharap Sultan Ibrahim Chaliludin dapat terbunuh tanpa susah-susah membunuhnya. Dalam masa pengasingannya di Cianjur, Jawa Barat, karena Sultan Ibrahim Chaliludin masih dianggap cukup berbahaya oleh pihak Belanda,

 

 

Sehingga di dekat kediaman Sultan Ibrahim Chaliludin yang sekarang dikenal dengan sebutan Kampung Banjar atau Gang Banjar Cianjur (nama kampung Banjar berasal dari kata Banjarmasin karena tempat berkumpulnya orang-orang Banjar dari dua keluarga kerajaan yang ada di Kalimantan yaitu keluarga Kerajaan Banjar dari Kalimantan Selatan yaitu Pangeran Hidayatullah dan keluarga Kerajaan Pasir dari Kalimantan Timur yaitu Sultan Ibrahim Chaliludin beserta keturunannya sehingga penduduk di sekitar tempat tersebut menamainya Kampung Banjar) di seberang jalan Kampung Banjar tersebut didirikan Tangsi Militer Belanda untuk mengawasi seluruh kegiatannya di kota Cianjur.  Daerah di seberang Kampung Banjar, karena tempat berdiri sebuah bangunan Tangsi Militer Belanda maka dikenal dengan sebutan Kampung Tangsi (sekarang Gang Pangrango).

 

Wafatnya Sultan Ibrahim Chaliludin

 

Pada tanggal 19 Oktober 1930, Sultan Ibrahim Chaliludin, seorang raja dan pejuang dari daerah Pasir, Kalimantan Timur wafat. Beliau meninggalkan seorang anak bernama Pangeran Abdulwahid yang menikah dengan Ratu Sadiah (Ibu Ratu) yang merupakan salah seorang keturunan dari kerajaan Banjar, Kalimantan Selatan. Sedangkan Istrinya yang bernama Ratu Waroe (dikenal juga dengan sebutan Dayang Ringgong) meninggal 14 tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 25 Agustus 1944 setahun sebelum Indonesia merdeka. Oleh salah seorang cucunya yang bernama Pangeran Achmad Mulia Chaliludin (lahir di Tanah Grogot pada tanggal 3 Mei 1915, dan wafat Cianjur pada tanggal 4 Maret 1973) meminta izin pada pemerintah Jepang yang sedang berkuasa pada waktu itu supaya Ratu Waroe dapat dimakamkan di makam keluarga kerajaan di daerah Joglo, Cianjur, Jawa Barat (sekarang daerah ke makam keluarga tersebut diberi nama jalan Pangeran Hidayatullah) bersebelahan dengan makam Sultan Ibrahim Chaliludin. Bukti Surat Izin Pemakaman dari pemerintahan Jepang yang sedang berkuasa pada waktu itu terlampir dalam tulisan ini.

 

Tabel Kronologis Ringkas

Penangkapan, Penahan dan Pengasingan

Sultan Ibrahim Chaliludin

Saat Penangkapan (Pasir)

:

Di suatu malam di bulan Februari 1916 Sultan Ibrahim Chaliludin beserta keluarga, para pembesar kerajaan dan para pengikutnya ditangkap oleh Belanda, dan dengan sebuah kapal perang Belanda diangkut ke Banjarmasin.

 

 

 

Masa Penahanan (Banjarmasin)

:

Di Banjarmasin Sultan Ibrahim Chaliludin ditahan 3 (tiga) tahun lamanya (1916-1918) oleh Belanda, sampai akhirnya pada tanggal 31 Juli 1918 keluar vonnis Belanda yang menetapkan bahwa Sultan Ibrahim Chaliludin diasingkan ke Teluk Betung (Sumatera).

 

 

 

Masa Pengasingan I (Teluk Betung)

:

Mulai bulan Agustus 1918, Sultan Ibrahim Chaliludin menjalani masa pengasingan pertamanya di Teluk Betung (Sumatera).

 

 

 

Masa Pengasingan II (Batavia)

:

Setelah berada di pengasingan pertama di Teluk Betung (Sumatera), kemudian dialihkan ke Batavia (Jakarta).

 

 

 

Masa Pengasingan III (Cianjur)

:

Selanjutnya pada tahun 1928 dari Batavia (Jakarta), Sultan Ibrahim Chaliludin dialihkan kembali ke pengasingan di Cianjur (Jawa Barat) dan wafat di Cianjur pada tanggal 19 Oktober 1930. 14 tahun kemudian tepatnya pada tanggal 25 Agustus 1944, Ratu Waroe, istri dari Sultan Ibrahim Chaliludin wafat, dan dimakamkan bersebelah dengan makam suaminya di Pemakaman Khusus Keluarga Raja-Raja Kalimantan di daerah Joglo, Cianjur, Jawa Barat.

 

Bagi setiap orang yang mengetahui informasi yang berkaitan dengan kisah perjuangan Sultan Ibrahim Chaliludin dapat memberikan informasinya yang akurat pada kami, yaitu :

  1. Pangeran Adjie Benni Syarief Fiermansyah Chaliluddin

  2. Pangeran Adjie Bachtiar Chaliluddin